Penyeberangan Ferry Dari Leo Leba Ke Tenal
Matahari
telah terbit, Senang sekali menyambut pagi indah ini setelah 11 hari mereka
terdampar di pulau Lembata tanpa adanya kapal penyeberangan bahkan sampai jam 4
sore kemarin. Mereka berada diatas kapal,
namun belum yakin kapal akan berangkat karena baru jam 7 malam, kapal dapat bergerak dari Pelabuan Lembata dan
kuarang beberapa jam lagi akan mengijakan kaki di pulau Timor. Perasan seorang
ayah, Youk Tanzil yang tidak sabar segera sampai di Gunung Mutis yang indah dan
excited.
Perjalanan ke Pelabuan Bolok
dengan haluan 150°
arah
selatan berada diatas kapal Ile Boleng yang memuat berpuluh-puluh kendaraan dan
beratus – ratus penumpang. Sebuah kapal ferry yang dipimpin oleh seorang nahkoda
wanita bernama Khadijah Abidin yang berasal dari kampung NTT.Ia memulai pada
tahun 2010 memimpin dunia pria yang membuatnya istimewa.
Memiliki 6 saudara, 3 perumpuan beragama kristen dan yang 3 laki – laki lagi beagama islam. Berbeda tidak jadi masalah ia menikmati segalah berbedaan itu dan saling melengkapi. Bagi Khadijah Abidin untuk para wanita kita bisa kita ngak cuman di dapur, kita ngak cuman menjadi beban dimata laki-laki, tapi kita dapat berbuat sesuatu yang sama seperti mereka, kita itu setara dengan laki-laki yang lain.
Memiliki 6 saudara, 3 perumpuan beragama kristen dan yang 3 laki – laki lagi beagama islam. Berbeda tidak jadi masalah ia menikmati segalah berbedaan itu dan saling melengkapi. Bagi Khadijah Abidin untuk para wanita kita bisa kita ngak cuman di dapur, kita ngak cuman menjadi beban dimata laki-laki, tapi kita dapat berbuat sesuatu yang sama seperti mereka, kita itu setara dengan laki-laki yang lain.
Bagi
Esperanza Tanzil, ia sangat menghargai pengalaman penyerbangan antar pulau
dengan menggunakan kapal ferry karena banyak yang dapat dipelajari. Yang
pertama Pasti belajar untuk sabar karena kapal ferry tidak bergerak secepat
pesawat sedangkan yang kedua Belajar melihat untuk beroperasi. Ia sering sekali
jalan – jalan memutari kapal untuk melihat cara crew kapal berkerja dan
mendengarkan cerita mereka.
Peryebarangan
ferry dari Leo Leba ke Tenal membutuhkan waktu 12 jam cukup lama waktu yang
harus mereka lewati, namun bagi Esperanza Tanzil cukup menikmati perjalanan
ini. Dengan tidak ada sinyal yang berada dilaut lepas, seakan menjadikan
anugrah bagi mereka.
Yang biasanya semua sibuk dengan handphonenya masing – masing, secara tidak langsung dipaksa untuk lebih banyak bersosialisasi dengan orang - orang yang berada di sekliling mereka. Hal seperti ini sangatlah berharga.
Yang biasanya semua sibuk dengan handphonenya masing – masing, secara tidak langsung dipaksa untuk lebih banyak bersosialisasi dengan orang - orang yang berada di sekliling mereka. Hal seperti ini sangatlah berharga.
Bagi
Esperanza Tanzil, ia sangat mensyukurui untuk mengikuti Ring Of Fire stage 4 ini
Tidak ada satu haripun terasa bosan karena setiap hari semua berbeda dimanika
berubah dari hari ke hari adalah sangat bertolak belakang dari rutinitas di Jakarta.
Sesampainya di kota Kupang Esperanza Tanzil sempat berhenti disebuah warung
untuk berteduh dan beristirahat sebentar, tetapi di sebuah warung tersebut
terdapat sebuah plang yang mengingkatkan rawan dengan buhaya.
Jadi istirahanya tidak lama - lama dan sayang akan jiwanya sendiri.
Jadi istirahanya tidak lama - lama dan sayang akan jiwanya sendiri.